|
#2019 GANTI HALUAN EKONOMI | MENANGKAN PANCASILA |
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi – National Student League For
Democracy (LMND),
merupakan organisasi mahasiswa progresif yang didirikan bersamaan dengan
gelombang perjuangan menggulingkan rejim Orde Baru hingga pada tuntutan
penuntasan agenda reformasi; penghancuran sisa-sisa kekuatan Orde Baru,
demokratisasi dalam segala aspek politik, ekonomi dan budaya, serta embentukan
Pemerintahan Rakyat.
Pada pertengahan tahun 1998 dibentuk Front Nasional untuk Reformasi Total (FNRT), akan tetapi, FNRT tidak sanggup mengkonsolidasi kesatuan gerakan mahasiswa dan menyebabkan front ini bubar. Setelah itu, beberapa komite aksi yang pernah mengambil inisiatif pendirian FNRT membentuk aliansi baru, yaitu Aliansi Demokrasi (ALDEM) pada Agustus 1998. ALDEM berhasil menerbitkan sebuah majalah “ALDEM” satu kali dan sukses menggalang aksi nasional pada tanggal 14 September 1998 dengan isu Cabut Dwifungsi ABRI. Upaya berikutnya adalah pembentukan Front Nasional untuk Demokrasi (FONDASI) pada pertengahan Februari 1999.
Kebuntuan konsolidasi Rembuk Mahasiswa
Nasional Indonesia II (RMNI II) di Surabaya, terutama mengenai respon terhadap
pemilu 1999, mendorong FONDASI melakukan konsolidasi lanjutan pada tanggal 9-12
Juli 1999 di Bogor. Konsolidasi yang diikuti sekitar 20 komite aksi mahasiswa
dari berbagai kota bersepakat mendirikan Liga Mahasiswa Nasional untuk
Demokrasi (LMND). Sejak berdiri, LMND bersama komite aksi yang dipayunginya
aktif dalam perjuangan menuntaskan Reformasi; Menolak SI MPR, Pengadilan
terhadap Soeharto, hingga penolakan terhadap RUU PKB.
Pada tahun 2001, sebuah pertikaian di DPR
melahirkan kompromi politik dengan naiknya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai
presiden dan Megawati sebagai wakil presidennya. Gusdur merupakan seorang
demokrat-reformis yang bersikap gradual, terutama dalam bersikap terhadap
manuver-manuver politik yang dilakukan sisa-sisa kekuatan Orde Baru, maupun
Poros Tengah yang dirancang oleh sayap oportunis di parlemen (PAN, Partai
Keadilan, PBB, PPP, dll).
Beberapa kali Gus Dur hendak memperlihatkan
sikapnya membersihkan sisa-sisa Orde Baru, dengan mengadili Soeharto, merespon
tuntutan pembubaran Golkar, serta menghapuskan dwi-fungsi ABRI. Langkah ini
mendapat perlawanan dari kelompok reaksioner; sisa-sisa Orde Baru dan Poros
Tengah yang oportunis. Pada saat Gus Dur bergerak menghadapi sisa-sisa Orde
Baru dan berupaya mendemokratiskan kehidupan politik mendapat tantangan dari
koalisi besar sisa-sisa Orde Baru dan Poros Tengah, maka LMND bersama beberapa
kelompok radikal dari gerakan mahasiswa, buruh, dan petani berada di garis
depan pendukung Gus Dur. Akan tetapi, sikap gradual Gus Dur menyebabkan ia
tidak dapat mengendalikan situasi, dan akhirnya tergulingkan. Reformasi
akhirnya dipukul mundur, dan kekuatan lama (sisa-sisa orde baru) merestorasi
diri. Megawati-Hamzah Haz naik menggantikan Gus Dur.
Selain mengakomodir kekuatan lama (Orde
Baru dan Tentara) dan restrukturisasi kekuasaan barunya, Megawati juga
melanjutkan negosiasi dengan IMF dan WTO, terutama untuk implementasi
resep-resep neoliberal di Indonesia. Berbagai struktur LMND bergerak di
berbagai kota menentang kenaikan harga BBM, privatisasi, dan kebijakan
liberalisasi impor perdagangan. akibatnya, aktifis LMND di berbagai kota banyak
yang ditangkap, kantor-kantor LMND diserbu oleh milisi dan preman, dan
aksi-aksi massa kami dibubarkan.Perlawanan yang dilakukan LMND bersama
sektor-sektor sosial lainnya menyebabkan rejim Mega-Haz kehilangan
kredibilitasnya di hadapan rakyat. Akan tetapi, mereka masih dapat bertahan dan
menyelenggarakan pemilu 2004.
Di tengah sengit perlawanannya terhadap
Rezim yang ada, dengan pertimbangan ekonomi-politik yang tajam, pada tahun
2003, LMND berani mengambil tindakan politik yang berbeda dari kegamangan umum
Gerakan Mahasiswa (yang masih disekap jargon Moral Force maupun Social
Movement) saat itu, yaitu: bertemu dan berdiskusi dengan gerakan lintas
sektoral (tani, buruh, kaum miskin kota) yang progresif lain, sampai
menghasilkan keputusan politik untuk bersama-sama saling membahu, membentuk
sebuah partai politik elektoral ber-platform kerakyatan untuk merespon Pemilu
Parlemen 2004. Nama persatuan mereka saat itu adalah Partai Oposisi Rakyat
(POPOR). Meski gagal akibat sempitnya waktu untuk memenuhi verifikasi pemilu
(hanya sekitar 3 bulan), tindakan tersebut telah LMND anggap tepat sebagai
sebuah taktik politik ‘termungkin’ pada saat itu.
Gagal mengintervensi pemilu 2004, tidak
menurunkan peran aktif LMND dalam menghalau kemunculan kekuatan lama, terutama
Tentara, dalam proses pemilu 2004. LMND aktif melakukan aksi menentang
militerisme dan berkampanye kepada rakyat agar tidak memilih capres militer.
kendati demikian, kampanye populis yang dirancang Susilo Bambang Yudhoyono dan
Yusuf Kalla (SBY-JK) mengantarkan mereka memenangkan pemilu. LMND menilai,
SBY-JK berhasil memenangkan pemilu karena dukungan dari kekuatan asing,
terutama negara-negara imperialis dan korporasinya.
Hal tersebut memang terbukti benar; baru
saja SBY-JK memulai pemerintahannya, ia sudah memutuskan menaikkan harga BBM.
Gelombang protes dan perlawanan kembali muncul, dan LMND bersama
organisasi-organisasi mahasiswa lain, serta sektor-sektor organisasi rakyat,
bekerjasama membangun komite/aliansi-aliansi bersama. Lahirlah Barisan Oposisi
Bersatu (BOB), yang berjangkauan multi sektor dan cukup pluralistik. SBY-JK
berkali-kali menaikkan harga BBM, disamping getol menjual BUMN (privatisasi)
kepada pihak asing, dan menyerahkan penguasaan mayoritas sumber daya alam
kepada cengkeraman imperialisme.
Pada tahun 2006, LMND bersama beberapa
sektor sosial dan organisasi radikal membuka perdebatan untuk merumuskan
strategi-taktik menghadapi pemilu 2009. Akhirnya, LMND menjadi salah satu
inisiator pendirian Komite Persiapan Partai Elektoral, yakni KP-Papernas.
Januari 2007, akhirnya partai elektoral baru berdiri, yaitu Partai Persatuan
Pembebasan Nasional (Papernas). Terhadap penjajahan asing (imperialisme) yang
begitu nyata dalam penguasaan kekayaan alam Indonesia, terutama sektor
pertambangan. Sejak ratusan tahun, kekayaan tambang indonesia (migas, batubara,
mineral, dll) dijarah oleh asing, melalui korporasi-korporasi raksasa mereka
yang beroperasi di Indonesia.
Segelintir elit yang berdiri dibalik
kepentingan korporasi asing tersebut, menikmati dan mendapatkan jatah dari
hasil tambang ini sekaligus merupakan jaminan untuk mereka tetap berkuasa.
Menghadapi ini, LMND memperjuangkan nasionalisasi terhadap seluruh perusahaan
tambang asing yang beroperasi di Indonesia. Berkali-kali LMND melakukan aksi
massa ke kantor-kantor korporasi asing tersebut, diantaranya Exxon (Jakarta),
Inco (Makassar), Newmont (NTB), Chevron (Riau). Aksi serupa juga digelar di
kota-kota lain dengan tema yang sama; nasionalisasi perusahaan tambang asing.
Sebagai salah satu organisasi progresif di
mahasiswa, LMND memposisikan diri anti kapitalisme dan memperjuangkan
pergantian tatanan kapitalisme yang serakah ini, dengan sebuah tatanan yang
lebih demokratis, lebih humanis, dan ekologis. Hal ini menjadi nafas dalam azas
perjuangan LMND, yakni Pancasila.
Komentar
Posting Komentar